Rabu, 20 Maret 2013

MOTIF BATIK INDONESIA

Motif Batik Sawat
batiksawat

Sawat berarti melempar. Pada zaman dulu, orang Jawa percaya dengan para dewa sebagai kekuatan yang mengendalikan alam semesta. Salah satu dewa tersebut adalah Batara Indra. Dewa ini mempunyai senjata yang disebut wajra atau bajra, yang berarti pula thathit (kilat). Senjata pusaka tersebut digunakan dengan cara melemparkannya (Jawa: nyawatake).
Bentuk senjata Batara Indra tersebut menyerupai seekor ular yang bertaring tajam serta bersayap (Jawa: mawa lar). Bila dilemparkan ke udara, senjata ini akan menyambar-nyambar dan mengeluarkan suara yang sangat keras dan menakutkan.
Walaupun menakutkan, wajra juga mendatangkan kegembiraan sebab dianggap sebagai pembawa hujan. Senjata pusaka Batara Indra ini diwujudkan ke dalam motif batik berupa sebelah sayap dengan harapan agar si pemakai selalu mendapatkan perlindungan dalam kehidupannya.

Motif Batik Ceplok
batikceplok
Bentuk pola ceplok sangat kuno adalah pola kawung. Pola dengan motif-motif ceplok ini terinspirasi oleh bentuk buah kawung (buah atap atau buah aren) yang dibelah empat. Keempat bagian buah bersama intinya itu melambangkan empat arah (penjuru) utama dalam agama Budha.
Pada dasarnya, ceplok merupakan kategori ragam hias berdasarkan pengulangan bentuk geometri, seperti segi empat, empat persegi panjang, bulat telur, atau pun bintang. Ada banyak varian lain dari motif ceplok, misalnya ceplok sriwedari dan ceplok keci. Batik truntum juga masuk kategori motif ceplok. Selain itu, motif ceplok juga sering dipadupadankan dengan berbagai bentuk motif lainnya untuk mendapat corak dan motif batik yang lebih indah.

Motif Batik Gurda
batikgurda
Gurda berasal dari kata garuda. Seperti diketahui, garuda merupakan burung besar. Dalam pandangan masyarakat Jawa, burung garuda mempunyai kedudukan yang sangat penting. Bentuk motif gurda ini terdiri dari dua buah sayap (lar) dan di tengahnya terdapat badan dan ekor.
Motif batik gurda ini juga tidak lepas dari kepercayaan masa lalu. Garuda merupakan tunggangan Batara Wisnu yang dikenal sebagai Dewa Matahari. Garuda menjadi tunggangan Batara Wisnu dan dijadikan sebagai lambang matahari. Oleh masyarakat Jawa, garuda selain sebagai simbol kehidupan juga sebagai simbol kejantanan.

Motif Batik Meru

Kata meru berasal dari Gunung Mahameru. Gunung ini dianggap sebagai tempat tinggal atau singgasana bagi Tri Murti, yaitu Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Brahma, dan Sang Hyang Siwa. Tri Murti ini dilambangkan sebagai sumber dari segala kehidupan, sumber kemakmuran, dan segala sumber kebahagiaan hidup di dunia. Oleh karena itu, meru digunakan sebagai motif batik agar si pemakai selalu mendapatkan kemakmuran dan kebahagiaan.

Motif Batik Truntum
batiktruntum
Motif batik truntum diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku Buwana III), bermakna cinta yang tumbuh kembali. Beliau menciptakan motif ini sebagai simbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama terasa semakin subur berkembang (tumaruntum).
Kain motif truntum biasanya dipakai oleh orang tua pengantin pada hari pernikahan. Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumoruntum ini akan menghinggapi kedua mempelai. Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban untuk menuntun kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru.

Motif Batik Udan Liris
batikudanliris
Motif ini mengandung makna ketabahan dan harus tahan menjalani hidup prihatin biarpun dilanda hujan dan panas. Orang yang berumah tangga, apalagi pengantin baru, harus berani dan mau hidup prihatin ketika banyak halangan dan cobaan. Ibaratnya tertimpa hujan dan panas, tidak boleh mudah mengeluh. Segala halangan dan rintangan itu harus bisa dihadapi dan diselesaikan bersama-sama.
Suami atau istri merupakan bagian hidup di dalam rumah tangga. Jika salah satu menghadapi masalah, maka pasangannya harus ikut membantu menyelesaikan, bukan justru menambahi masalah.
Misalkan, bila suami sedang mendapat cobaan tergoda oleh perempuan lain, maka sang istri harus bisa bijak mencari solusi dan mencari penyelesaian permasalahan. Begitu pula sebaliknya, jika sang istri mendapat godaan dari lelaki lain, tentu suami harus bersikap arif tanpa harus menaruh curiga yang berlebihan sebelum ditemukan bukti.

Motif Batik Parang Kusuma
batikparangkusumo
Motif Batik Parang Kusuma, bermakna hidup harus dilandasi dengan perjuangan untuk mencari kebahagiaan lahir dan batin, ibarat keharuman bunga (kusuma). Contohnya, bagi orang Jawa, yang paling utama dari hidup di masyarakat adalah keharuman (kebaikan) pribadinya tanpa meninggalkan norma-norma yang berlaku dan sopan santun agar dapat terhindar dari bencana lahir dan batin. Mereka harus mematuhi aturan hidup bermasyarakat dan taat kepada perintah Tuhan.
Kondisi ini memang tidak mudah untuk direalisasikan, tetapi umumnya orang Jawa berharap bisa menemukan hidup yang sempurna lahir batin. Mereka akan rnengusahakan banyak hal untuk mencapai kehidupan bahagia lahir dan batin.
Di zaman yang serba terbuka sekarang ini, sungguh sulit untuk mencapai ke tingkat hidup seperti yang diharapkan karena banyak godaan. Orang pun lebih cenderung mencari nama harum dengan cara membeli dengan uang yang dimiliki, bukan dari tingkah laku dan pribadi yang baik.

Motif Batik Parang Rusak Barong
batikparangrusakbarong
Motif batik parang rusak barong ini berasal dari kata batu karang dan barong (singa). Parang barong merupakan parang yang paling besar dan agung, dan karena kesakralan filosofinya, motif ini hanya boleh digunakan untuk raja, terutama dikenakan pada saat ritual keagamaan dan meditasi.
Motif ini diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya dan kesadaran sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta.
Kata barong berarti sesuatu yang besar dan ini tercermin pada besarnya ukuran motif tersebut pada kain. Motif parang rusak barong ini merupakan induk dari semua motif parang. Motif ini mempunyai makna agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri.

Motif Batik Slobog


Slobog bisa juga berarti lobok atau longgar. Kain ini biasa dipakai untuk melayat, dengan tujuan agar yang meninggal tidak mengalami kesulitan menghadap Yang Maha Kuasa. Hal ini sangat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip keagamaan bahwa setelah kematian ada kehidupan lain yang harus dipertanggung jawabkan, yaitu menghadap Tuhan Yang Maha Esa.

Motif Batik Tambal
batiktambal
Ada kepercayaan bahwa bila orang sakit menggunakan kain ini sebagai selimut, maka ia akan cepat sembuh. Tambal artinya menambah semangat hari. Dengan semangat baru itu diharapkan harapan baru akan muncul sehingga kesembuhan mudah didapat. Selain itu, dengan kehadiran para penjenguk, diharapkan si sakit tidak merasa ditinggalkan dan memiliki banyak saudara sehingga keinginan untuk sembuh semakin besar.

Motif Batik Ciptoning
batikciptoning
Motif ciptoning ini biasanya dipakai oleh orang yang dituakan maupun pemimpin. Dengan memakai motif ini, pemakainya diharapkan menjadi orang bijak dan mampu memberi petunjuk jalan yang benar pada orang lain yang dipimpinnya. Makna filosofis di balik motif ini sebenarnya bukan hanya untuk pemimpin, tetapi juga untuk setiap orang agar mampu memimpin (menempatkan) dirinya sendiri di tengah masyarakatnya.

Motif Batik Pari Kesit


Motif ini mengandung makna bahwa untuk mencari keutamaan, harus dilandasi dengan usaha keras dan kegesitan. Tentu usaha keras dan kegesitan itu tidak boleh meninggalkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Usaha keras dan kegesitan dengan cara kotor harus dihindari karena bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Motif Batik Sido Luhur

Motif Batik Sido Luhur mengandung makna keluhuran. Bagi orang Jawa, hidup memang bertujuan untuk mencari keluhuran materi dan non materi. Keluhuran materi artinya segala kebutuhan ragawi bisa tercukupi dengan bekerja keras sesuai dengan jabatan, pangkat, derajat, maupun profesinya.
Keluhuran materi sebaiknya diperoleh dengan cara yang benar, halal, dan sah tanpa melakukan kecurangan atau perbuatan yang tercela, seperti korupsi, merampok, mencuri, dan sebagainya. Sebab walaupun merasa cukup atau bahkan berlebihan secara materi, jika harta materi itu diperoleh secara tidak benar, keluhuran materi belum bisa tercapai.
Keluhuran materi akan lebih bermakna lagi bila harta yang dimiliki itu bermanfaat bagi orang lain dan bisa diberikan dalam berbagai bentuk, seperti sumbangan, donasi, hibah, dan sebagainya. Artinya, sejak dulu masyarakat Indonesia sudah terbiasa saling menolong.
Sementara keluhuran budi, ucapan, dan tindakan adalah bentuk keluhuran nonmateri. Orang yang bisa dipercaya oleh orang lain atau perkataannya sangat bermanfaat kepada orang lain tentu akan lebih baik daripada orang yang perkataannya tidak bisa dipegang dan tidak dipercaya orang lain.
Orang yang bisa dipercaya oleh orang lain adalah suatu bentuk keluhuran nonmateri. Orang Jawa sangat berharap hidupnya kelak dapat mencapai hidup yang penuh dengan nilai keluhuran. Semua ini tidak lepas dari falsafah hidup orang Jawa, bahwa orang tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarga, kerabat, masyarakat, bahkan lingkungan, dan kepada Tuhan yang menciptakannya.

Motif Batik Sido Drajad


Batik sido drajad dipakai oleh besan ketika upacara pernikahan. Cara pemakaian batiknya juga memiliki nilai pendidikan tersendiri. Bagi anak-anak, batik dipakai dengan cara sabuk wolo. Pemakaian jenis ini memungkinkan anak-anak untuk bergerak bebas. Secara filosofi, pemakaian sabuk wolo diartikan bebas moral, sesuai dengan jiwa anak-anak yang masih bebas, belum dewasa, dan belum memiliki tanggung jawab moral di dalam masyarakat.
Ketika beranjak remaja, seseorang tidak lagi mengenakan batik dengan cara sabuk wolo melainkan dengan jarit. Panjang jarit yang dipakai memiliki arti tersendiri. Semakin panjang jarit, semakin tinggi derajat seseorang dalam masyarakat, dan semakin pendek jarit, semakin rendah pula strata sosial orang tersebut dalam masyarakat.
Bagi orang dewasa, pemakaian batik memiliki pakem yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki, wiru diletakkan di sebelah kiri. Sedangkan pada perempuan, wiru diletakkan di sebelah kanan, yang berarti nengeni, seorang putri tidak boleh melanggar kehendak suami.

Motif Batik Sido Mukti
batiksidomukti
Motif Batik Sido Mukti mengandung makna kemakmuran. Bagi orang Jawa, hidup yang didambakan selain keluhuran budi, ucapan, dan tindakan, tentu adalah pencapaian mukti atau kemakmuran, baik di dunia maupun di akhirat.
Setiap orang pasti mencari kemakmuran dan ketenteraman lahir dan batin. Kemakmuran dan ketenteraman itu tidak akan tercapai tanpa usaha dan kerja keras, keluhuran budi, ucapan, dan tindakan.
Setiap orang harus bisa mengendalikan hawa nafsu, mengurangi kesenangan menggunjing tetangga, berbuat baik tanpa merugikan orang lain, dan sebagainya agar dirinya merasa makmur lahir batin. Kehidupan untuk mencapai kemakmuran lahir dan batin itulah yang juga menjadi salah satu dambaan masyarakat.

Motif Batik Cuwiri
batikcuwiri
Batik motif cuwiri biasa digunakan pada saat acara mitoni, sebuah tradisi memperingati tujuh bulan usia bayi. Cuwiri artinya kecil-kecil. Diharapkan pemakainya terlihat pantas dan dihormati oleh masyarakat. Sejak kecil, manusia di Jawa sudah memiliki banyak aturan sesuai dengan falsafah hidupnya dengan tujuan mendapatkan kemakmuran dan kebaikan.

Motif Batik Kawung
batikkawung
Motif kawung bermakna keinginan dan usaha yang keras akan selalu membuahkan hasil, seperti rejekinya berlipat ganda. Orang yang bekerja keras pasti akan menuai hasil, walaupun kadang harus memakan waktu yang lama.
Contohnya, seorang petani yang bekerja giat di sawah, jika tidak ada hama yang mengganggu, tentu dia akan memanen hasil padi yang berlipat di kemudian hari. Kerja keras untuk menghasilkan rejeki berlipat akan lebih bermakna jika dibarengi dengan sikap hemat, teliti, cermat, dan tidak boros. Namun sayang, budaya kerja keras untuk menuai hasil maksimal tidak dilakukan oleh semua orang. Apalagi di zaman sekarang, di mana banyak orang ingin serba instan, orang ingin cepat kaya tanpa harus bekerja keras. Oleh karena itu, ada saja mereka yang melakukan hal-hal tercela untuk mendapatkan keinginannya.

Motif Batik Nitik Karawitan
batiknitikkarawitan
Kebijaksanaan menjadi inti dari filosofi batik bermotif nitik karawitan. Dengan demikian, para pemakainya diharapkan akan menjadi orang yang bijaksana. Itulah mengapa orang-orang yang dituakan di lingkungannya banyak menggunakan batik motif ini.

Motif Batik Burung Huk (Burung Merak)


Bentuk dasar ragam hias motif burung huk adalah seekor anak burung yang baru menetas, menggeleparkan kedua sayapnya yang masih lemah, berusaha lepas dari cangkang telurnya, serta separuh badan dan kedua kakinya masih berada di dalam cangkang. Motif burung huk juga sering disebut dengan motif burung merak.
Ide dasarnya adalah pandangan hidup tentang kemana jiwa manusia sesudah mati. Dan gambaran tersebut disimpulkan bahwa kematian hanyalah kerusakan raga, sedangkan jiwanya tetap hidup menemui Sang Pencipta. Keunikan motif ini adalah ia selalu hadir bersama dengan motif lainnya, misalnya ceplokan sebagai selingan motif parang, dalam bentuk yang berbaur dengan motif lainnya.

Motif Batik Parang dan Lereng
contoh motif lereng 
 
Pola parang dan lereng adalah pola batik geometris berupa pola garis miring dengan kemiringan 45°. Perbedaan prinsip pola parang dan lereng adalah pada ragam hias penyusunnya, untuk pola parang selalu mengandug ragam hias mlinjon, sedangkan untuk pola lereng tidak ada ragam hias mlinjon.

Batik parang atau lereng menurut pakemnya hanya boleh digunakan oleh sentono dalem (anak dari ratu). Lereng berasal dari kata mereng (lereng bukit). Sejarah motif ini diawali dari pelarian keluarga kerajaan dari Keraton Kartasura. Para keluarga raja terpaksa bersembunyi di daerah pegunungan agar terhindar dari bahaya. Mereka berada di daerah-daerah yang sulit dijangkau musuh. Motif ini berarti juga topo broto para raja yang dilakukan di lereng-lereng pegunungan untuk mendapatkan wahyu atau wangsit. Dalam tapa brata itulah mereka dapat melihat pemandangan gunung dan pegunungan yang berderet-deret sehingga menyerupai pereng atau lereng.

contoh parang 
  Parang Barong


Pola Parang Barong merupakan salah satu cikal bakal berkembangnya pola parang-parang lainnya. Pola Parang Barong muncul kurang lebih pada abad ke XVI atau sebelum bardirinya kerajaan Mataram Kartosuro. Kata Parang merupakan perubahan dari kata “pereng” atau tebing, yang juga disebut “lereng”.
Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram maka di lingkungan keraton pola parang tersebut hanya diperkenankan dipakai oleh raja dan keturunannya, sehingga disebut dengan “Batik Larangan”, untuk lingkungan keraton, motif ini tidak boleh dipakai oleh orang kebanyakan selain Raja dan keturunannya.
Parang Barong biasa dikenakan oleh Sultan/ Raja sebagai kain kebesaran yang bermakna kekuasaan serta kewibawaan seorang raja.
Pola Parang Barong merupakan modifikasi dari pola Parang Rusak dengan ukuran motif utama berukuran 12-15 cm dengan penataan menerapkan ragam mlinjon berasal dari kata mlinjo (tanaman mlinjo) merupakan simbol merakyat. Selain itu ujung ragam hias utamanya terdapat ragam hias “uceng”, yang merupakan ragam hias “uceng” yaitu sliliran dari bunga mlinjo.

Motif Batik Mega Mendung

Pada bentuk mega mendung, bisa kita lihat garis lengkung dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) yang menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun).
Hal itu kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar atau menjalani kehidupan sosial agama). Pada akhirnya, membawa dirinya memasuki dunia baru menuju ke dalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) dan pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah).
Dengan demikian, kita bisa lihat bentuk mega mendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil, tetapi tidak boleh terputus.
Terlepas dari makna filosofis bahwa mega mendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehingga bentuknya harus menyatu, sisi produksi memang mengharuskan bentuk garis lengkung mega mendung bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pewarnaan bisa lebih mudah.

 Motif Batik Semen Rama
Semen berasal dari kata semi, yaitu tumbuhnya bagian tanaman. Pada umumnya, ornamen pokok pada pola batik motif semen adalah ornamen yang berhubungan dengan daratan yang digambarkan dengan tumbuh-turnbuhan dan binatang berkaki empat, udara digambarkan dengan awan (mega) dan binatang terbang, serta air atau laut digambarkan dengan binatang air. Sedangkan rama yang merupakan nama motif semen berasal dari nama Ramawijaya. Dalam motif semen rama terdapat pesan atau nasihat Ramawijaya saat penobatan Wibisana sebagai Raja Alengka dalam cerita pewayangan.
Nasihat tersebut termaktub di dalam asta brata (delapan keutamaan bagi seorang pemimpin), yaitu:
1. Endabrata, yaitu pemberi kemakmuran dan pelindung dunia. Dilambangkan dengan pohon hayat.
2. Yamabrata, yaitu menghukum yang bersalah secara adil. Dilambangkan dengan awan atau meru (gunung).
3. Suryabrata, yaitu watak matahari yang bersifat tabah. Dilambangkan dengan garuda.
4. Sasibrata, yaitu watak rembulan yang bersifat menggembirakan dan memberi hadiah kepada yang berjasa. Dilambangkan dengan ornamen binatang.
5. Bayubrata, yaitu watak luhur. Dilambangkan dengan ornamen burung.
6. Dhanababrata atau kuwerabrata, yaitu watak sentosa dan memberi kesejahteraan pada bawahan. Dilambangkan dengan ornamen bintang.
7. Pasabrata, yaitu berhati lapang tetapi berbahaya bagi yang mengabaikan. Dilambangkan dengan kapal air.
8. Agnibrata, yaitu kesaktian untuk memberantas musuh. Dilambangkan dengan ornamen lidah api.

Motif Batik Semen Ageng


Motif ini tersusun atas beberapa unsur, yaitu pohon hayat yang menggambarkan pohon kehidupan, kemakmuran, keadilan, dan kekuasaan, serta simbol kesuburan, burung yang merupakan simbol angin yang bermakna berbudi luhur, serta garuda menggambarkan matahari yang bersifat jantan bermakna kekuasaan dan kepemimpinan.
Motif ini memiliki makna seorang pemimpin yang bersifat baik dan berbudi luhur, adil, dan tabah dalam menghadapi segala rintangan, mengayomi, dan melindungi rakyatnya serta lingkungan alam sekitar. Motif ini biasanya digunakan oleh keturunan raja sebagai dodot dan bebet keprajuritan pada saat menghadiri upacara kebesaran keraton.

Motif Batik Abstrak

Ini adalah motif yang paling bebas. Motif ini menggabungkan berbagai unsur dan warna. Penciptanya mengarahkan arti ini pada kehidupan yang lain: hidup setelah mati, sehingga penggambarannya abstrak. Walaupun ada beberapa motif tradisional yang menggambarkan kehidupan setelah mati, misalnya motif burung huk, tetapi motif ini sering dianggap tidak memiliki jiwa muda.
Oleh karena itu, banyak pencipta desain batik yang menggunakan motif abstrak yang lebih bebas dan ekspresif dalam menggambarkan kehidupan setelah mati. Motif ini biasanya digunakan pada lukisan dengan penggambaran yang bebas dan tidak menggunakan pakem batik seperti pada umumnya.
Sebenarnya masih banyak lagi makna-makna filosofis di balik motif-motif batik lainnya, terlebih di masa kini dengan adanya banyak modifikasi dan penambahan kreasi di setiap model corak dan motif batik. Namun pada dasarnya motif-motif tersebut memiliki makna-makna filosofis yang ingin disampaikan oleh penciptanya.
Motif batik di Indonesia akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan industri. Ini merupakan hal yang sangat baik karena akan mendorong masyarakat luas untuk lebih mencintai batik dan mendukung setiap kegiatan untuk melestarikan batik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar