Batik merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Batik memiliki keunikan tersendiri. Keragaman motif dan keindahan warna menunjukkan nilai seni dan budaya yang tinggi serta kerumitan proses pembuatannya lebih menambah keunikan batik itu sendiri.
Pada tanggal 2 oktober 2009 United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan batik sebagai budaya Indonesia, yang kemudian dijadikan sebagai hari batik nasional.
2. Pengertian Batik
a. Batik menurut Pengertian Umum
Pengertian umum dahulu secara sederhana, kain batik adalah kain-kain bermotif yang dipakai untuk ikat kepala, kain selendang, sarung dan kain yang dililitkan atau digulung lalu diselipkan di daerah dada (kemben). Pengertian umum sekarang batik adalah kain bermotif yang dipergunakan untuk kemeja, rok wanita, taplak meja, gorden, seprai dan sarung bantal.
Secara terperinci batik Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
· Cara pembuatannya menurut teknik pencelupan rintang
· Zat perintang adalah lilin batik dengan ramuan khusus
· Motif batik mempunyai ciri khas Indonesia tersusun dari ornamen-ornamen yang mempunyai pengertian, keindahan, arti simbolis yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
b. Batik menurut definisi Dewan Standarisasi Tekstil Indonesia (DSTI) dan Standar Industri Indonesia (SII) (1984: 4)
Batik adalah kain tekstil hasil pewarnaan, pencelupan rintang menurut corak khas ciri batik Indonesia, dengan menggunakan lilin batik sebagai zat perintang.
c. Batik menurut Para Ahli
Batik menurut Satmawi (1979: 12), adalah seni dan cara, untuk menghias suatu kain dengan menggunakan penutup lilin atau malam untuk membentuk corak dan pola hiasnya, membentuk bidang pewarnaan, sedang warnanya itu sendiri dicelup dengan menahan zat warna. Sedangkan menurut Hamzuri (1981: 1), batik adalah lukisan atau gambar pada mori yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (1997: 98) terbitan Balai Pustakamengemukakan tentang pengertian batik, yakni batik adalah corak atau gambar (pada kain) yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu.
Menurut Sofyan Salam (2000: 87), batik adalah proses pewarnaan pada tekstil dengan cara menggunakan lilin untuk menutupi area yang diinginkan untuk tidak dikenai warna. Dalam Phinisi (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni) yang dikemukakan oleh Drs. A. Mattaropura Husain (1992: 69), proses pembuatan batik adalah proses tutup celup. Pengertian tutup celup yaitu bagian-bagian kain ditutup dengan bahan penutup (sejenis lilin) dan mencelupkannya ke dalam warna.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, maka perlu dijelaskan pengertian seni batik dan pengembangannya. Perkataan batik berasal dari “Ambatik” (bahasa Jawa) ialah memberikan lukisan pada kain mori dengan lilin/malam, dengan memakai canting. Akar kata “Tik” adalah kata “menitik” atau “menetes”. Dari pengertian-pengertian tersebut lalu orang mengartikan sebagai menulis atau menggambar yang amat teliti (Kuswadji Kawindrosusanto, 1977: 2).
Setelah dikemukakan pengertian batik dari beberapa pendapat maka dapat ditarik kesimpulan bahwa batik ialah seni menghias dan mewarnai kain yang menggunakan teknik tutup celup.
3. Sejarah Batik
Batik sudah ada sejak zaman Prasejarah, hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan pakaian dari kulit kayu pada zaman batu muda (Neolithicum) dan batu besar (Megalithicum). Proses pengerjaan pakaian tersebut, dengan cara kulit kayu dikempa (ditekan/diapit) menjadi pakaian yang dihiasi dengan warna dari zat alam.
Selain itu, pada zaman perunggu barang-barang terbuat dari logam dan dihiasi ornamen-ornamen (motif) yang memiliki kesamaan dengan motif batik. Hal ini membuktikan bahwa adanya motif batik pada zaman tersebut.
Ketika kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia (Jawa Barat), hasil pembatik masyarakat Indonesia menjadi lebih bagus (halus). Banyak yang beranggapan bahwa batik dating dari India, melainkan batik sudah ada sebelum India (kebudayaan Hindu) datang ke Indonesia.
Pada zaman Kebudayaan Islam sekitar tahun 1646 seni batik mulai berkembang baik dikalangan kraton maupun rakyat (daerah pesisir). Pada masa tersebut batik berfungsi sebagai kelengkapan adat, keindahan dan kebutuhan akan sandang serta keperluan lainnya sebagai barang ekonomi.
Batik mulai tersebar pada zaman pejajahan Belanda dan Jepang. Para pembatik mengungsi ke wilayah lain membawa karya batik, sehingga batik kaya akan motif dan warna.
Pada zaman kemerdekaan mulailah bermunculan motif batik yang dinamis, bebas, batik lukis, batik remukan (krekel) dan batik pikaso (batik dengan motif dan proses yang baru). Seiiring perkembangan zaman, kerajinan batik juga ikut berkembang baik dari segi motif maupun teknik pembuatannya.
4. Batik Parang Rusak
Batik Indonesia dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga saat ini. Batik Parang merupakan batik asli dan tertua di Indonesia yang sudah ada sejak zaman Kraton Mataram Kartasura (Solo) sekitar tahun 1680 M.
Batik merupakan salah satu teknik menghias kain untuk pakaian yang menjadi kebudayaan keluarga raja-raja di Indonesia pada zaman dahulu. Pada mulanya batik dikerjakan hanya di lingkungan keraton saja dan hasil batiknya digunakan oleh para raja dan keluarga serta pengikutnya.
Keberadaan batik Yogyakarta tentu saja tidak terlepas dari sejarah berdirinya kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan Senopati. Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Mataram, dia sering bertapa di sepanjang pesisir Pulau Jawa, antara lain Parangkusuma menuju Dlepih Parang Gupito, menelusuri tebing Pegunungan Seribu yang tampak seperti "pereng" atau tebing berbaris. Sebagai raja Jawa yang tentu saja menguasai seni, maka keadaan tempat tersebut mengilhaminya menciptakan pola batik lereng atau parang, yang merupakan ciri pakaian Mataram.
Di salah satu tempat bertapa tersebut, ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang rusak karena terkikis deburan ombak laut selatan, sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak. Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram, maka motif parang tersebut hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya di lingkungan Istana.
Motif batik Parang Rusak merupakan salah satu motif larangan yag dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Motif batik yang termasuk larangan antara lain : Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat lar, Udan liris, Rujak Senthe, serta motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak.
Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian menjadikan keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya, termasuk batik. Jikalau batik di keraton Surakarta mengalami beragam inovasi, namun sebenarnya motif pakemnya tetap bersumber pada motif batik Kraton Yogyakarta.
Batik tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri keraton Kasultanan Yogyakarta sangat khas, besar-besar dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik. Sementara itu, batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan atara pola batik Keraton Kasultanan Yogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta. Perpaduan ini dimulai sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Keraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya. Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman yakni Pola Candi Baruna yang terkenal sejak sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo. Sedangkan pola batik Kasultanan yang terkenal antara lain Ceplok Blah Kedaton, Kawung, Tambal Nitik, Parang Barang Bintang Leider dan sebagainya.
5. Makna Motif Batik Parang Rusak
Motif parang berbentuk mata parang, melambangan kekuasaan dan kekuatan. Hanya boleh dikenakan oleh penguasa dan ksatria. Batik jenis ini harus dibuat dengan ketenangan dan kesabaran yang tinggi. Kesalahan dalam proses pembatikan dipercaya akan menghilangkan kekuatan gaib batik tersebut.
Motif parang sendiri mengalami perkembangan dan memunculkan motif-motif lain seperti Parang Rusak Barong, Parang Kusuma, Parang Pamo, Parang Klithik, dan Lereng Sobrah. Karena penciptanya pendiri Keraton Mataram, maka oleh kerajaan. Motif parang menjadi pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan seseorang. Motif-motif parang dulunya hanya diperkenankan dipakai oleh raja dan keturunannya dan tidak boleh dipakai oleh rakyat biasa. Sehingga jenis motif ini termasuk kelompok batik larangan. Motif ini merupakan motif batik sakral yang hanya digunakan di lingkungan kraton. Pada zaman dahulu, Parang Rusak biasanya digunakan prajurit setelah perang untuk memberitahukan kepada Raja bahwa mereka telah memenangkan peperangan. Namun saat ini motif ini bisa kita temui di pasaran dan bisa dikenakan oleh siapapun.
Kata parang berasal dari kata pereng yaitu lereng. Motif parang menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal dengan kemiringan 45 derajat. Motifnya berbentuk huruf S yang saling menjalin dan tidak terputus melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar S tersebut diambil dari ombak samudera yang menggambarkan semangat yang terus berkobar (tidak pernah padam). Motif batik Parang Rusak memiliki nilai filosofis yang tinggi, yaitu semangat pantang menyerah seperti ombak laut yang tak berhenti bergerak.
Susunan motif batik parang menggambarkan jalinan yang terus tersambung, simbol akan sesuatu yang tak putus baik dalam arti upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga dimana batik motif parang dijadikan hadiah dari generasi tua ke generasi muda para bangsawan. Motif batik Parang Rusak menjadi simbol dari orang tua agar sang anak melanjutkan perjuangan yang telah dirintis leluhurnya.
Garis lurus diagonal pada batik Parang Rusak melambangkan rasa hormat, keteladanan, serta ketaatan pada nilai-nilai kebenaran. Batik Parang Rusak dengan motifnya yang dinamis memuat pesan kecekatan, kesigapan, dan kesinambungan antara suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya yang bisa kita maknai sebagai sebuah perbaikan terus menerus tanpa henti.
Namun dibalik makna filosofisnya, batik parang rusak memiliki sebuah mitos yang masih dipercayai orang-orang tertentu. Konon, jika batik parang rusak digunakan dalam sebuah pernikahan akan berdampak buruk pada kehidupan pasangan yang akan menikah, bahtera rumah tangganya bisa dipenuhi percekcokan. Mitos ini muncul dimungkinkan karena karena batik parang rusak dulu cukup dikeramatkan dan dipakai oleh kalangan tertentu dalam acara-acara tertentu saja. Karena tidak pernah dipakai dalam acara pernikahan mungkin masyarakat awam menganggap tidak pantas jika batik parang rusak digunakan dalam upacara pernikahan.
6. Filosofi Warna Batik Parang Rusak
Proses pembuatan batik parang rusak menggunakan teknik batik tulis. Proses pembuatan batik tulis sangat rumit dan memakan waktu yang cukup lama. Untuk menghasilkan kain batik dengan motif dan warna yang bagus dibutuhkan beberapa kali proses. Mulai dari proses membuat motif pada kain, pembatikan, pencelupan atau pewarnaan, dan pelorotan atau pencucian ada yang diulang 3 hingga 5 kali proses.
Pewarnaan batik tersebut menggunakan zat warna dari alam, berupa tumbuh-tumbuhan. Zat pewarna alam untuk bahan tekstil (batik) pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai zat warna batik antara lain :
· Akasia
Akasia atau Acacia catecu dapat digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna cokelat, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
Akasia atau Acacia catecu dapat digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna cokelat, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
· Kayu Malam
Kayu malam atau Aporosa frutescens dapat digunakan sebagai zat warna yang memunculkan warna hitam pada kain batik, bagian yang digunakan yaitu pada kayu kerasnya.
· Secang
Tanaman secang atau Caesalpinia sappan dapat menghasilkan motif warna merah pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
Tanaman secang atau Caesalpinia sappan dapat menghasilkan motif warna merah pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
· Pohon Tengar
Tengar atau Cerios tagal digunakan pada pewarnaan hitam pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit kayunya.
· Tegeran
Tegeran atau Maclura cochinchinensis dapat menghasilkan motif warna kuning pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu teras akar.
Tegeran atau Maclura cochinchinensis dapat menghasilkan motif warna kuning pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu teras akar.
· Tanaman Kawasan
Tanaman Kawasan atau Mallotus philippinensis dapat digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna oranye, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada granula buah.
· Mengkudu
Mengkudu atau Morinda citrifolia digunakan pada pewarnaan merah pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit akar.
Mengkudu atau Morinda citrifolia digunakan pada pewarnaan merah pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit akar.
· Soga
Soga atau Peltophorum pterocarpum dapat digunakan sebagai zat warna yang memunculkan warna kuning pada kain batik, bagian yang digunakan yaitu pada kulit batang.
Soga atau Peltophorum pterocarpum dapat digunakan sebagai zat warna yang memunculkan warna kuning pada kain batik, bagian yang digunakan yaitu pada kulit batang.
· Katapang
Katapang atau Terminalia catappa dapat menghasilkan motif warna hitam pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit, daun, akar, dan buah muda.
Katapang atau Terminalia catappa dapat menghasilkan motif warna hitam pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit, daun, akar, dan buah muda.
· Tanaman Plasa
Plasa atau Butea monosperma dapat digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna kuning, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada bunga.
· Tanaman Tarum
Tarum atau Indigofera sp. digunakan pada pewarnaan biru pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
· Tanaman Noja
Tanaman Noja atau Peristrophe bivalvis dapat menghasilkan motif warna merah pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daun cabang muda.
· Tanaman Jirak
Tanaman Noja atau Symplocos dapat digunakan sebagai zat warna yang memunculkan warna kuning pada kain batik, bagian yang digunakan yaitu pada kulitnya.
· Gambir
Daun mangga atau Uncaria gambir digunakan pada pewarnaan hitam pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daun dan cabang muda.
Daun mangga atau Uncaria gambir digunakan pada pewarnaan hitam pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daun dan cabang muda.
· Mangga
Mangga atau Mangifera indica digunakan pada pewarnaan hijau pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
Mangga atau Mangifera indica digunakan pada pewarnaan hijau pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
· Kesumba
Kesumba atau Bixa orellana digunakan pada pewarnaan oranye pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada bijinya.
Kesumba atau Bixa orellana digunakan pada pewarnaan oranye pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada bijinya.
· Srigading
Srigading atau Nyctanthes arbor-tristis L. digunakan pada pewarnaan kuning krem pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
Srigading atau Nyctanthes arbor-tristis L. digunakan pada pewarnaan kuning krem pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
Warna batik tradisional melambangkan sifat dan nafsu manusia, warna tersebut ada tiga yaitu cokelat, putih, dan hitam sebagai warna utama dalam batik tradisionalYogyakarta. Warna cokelat melambangkan pribadi yang hangat, terang alami, rendah hati, bersahabat, kebersamaan, tenang dan sentosa sesuai dengan masyarakat Jawa yang mengutamakan rasa dalam segala tindak-tanduknya. Warna putih melambangkan pribadi yang suci, polos, lugu, jujur, bersih, spiritual, pemaaf, cinta, dan terang yang melambangkan sifat religius masyarakat Jawa. Warna hitam melambangkan pribadi yang gelap, misteri, kukuh, formal, dan memiliki keahlian.
Sehingga makna simbolis warna dan motif batik tradisional Yogyakarta melambangkan agar manusia yang memakai batik tersebut dapat memiliki sifat-sifat sesuai dengan makna motif batik tersebut dan dapat mengendalikan nafsu sesuai dengan makna warna batik tersebut.
Pada zaman dahulu proses pewarnaan batik menggunakan zat warna alam. Seiiring perkembangan zaman, banyak bermunculan zat pewarna sintesis yang terbuat dari bahan kimia. Dengan adanya pewarna sintesis, masyarakat cenderung menggunakannya dikarenakan kemudahannya dalam pencarian dan pemakaian. Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan saat ini. Sudah banyak hutan kita yang ditebang, sehingga sumber zat pewarna alam yang berasal dari tumbuhan.
7. Keberadaan Batik Saat Ini
Pada zaman modern ini, batik tidak lagi digunakan oleh kalangan kerajaan melainkan sudah menyebar dan digunakan oleh masyarakat umum. Bahkan pada setiap tanggal 2 oktober diperingati sebagai hari batik. Masyarakat Indonesia antusias akan hal itu, ini terbukti dengan pemakaian batik diseluruh lapisan masyarakat baik pada hari-hari biasa maupun hari batik itu sendiri.
Batik menjadi kebanggaan bangsa Indonesia, karena batik merupakan identitas Negara kita. Warisan budaya kita yang telah diakui oleh seluruh dunia. Batik memiliki keunikan tersendiri baik dari segi alat, bahan, motif dan proses pembuatan.
Saat ini, batik sudah tersebar di seluruh Indonesia. Hampir setiap daerah memiliki batik yang memiliki motif sesuai dengan karakteristik ataupun kebudayaan masing-masing daerah. Kita sebagai bangsa Indonesia patut bangga akan Negara kita yang kaya akan budaya dan karya seni
Kebermaknaan Batik Kraton Motif Batik Larangan. Dalam masyarakat kraton jawa,membatik dianggap sebagai kegiatan pengabdian kepada raja. Batik Kraton Batik kraton adalah jenis batik yang dikembangkan dan digunakan di lingkungan keraton.Motif dan penggunaannya diatur dengan norma-norma kraton. Selain proses pembuatannya yang rumit dan selalu disertai dengan serangkaian ritual khusus,batik juga mengandung filosofi tinggi yang terungkap dari motifnya.Hal ini terkait dengan sejarah penciptaan motif batik sendiri yang biasanya diciptakan oleh sinuwun,permaisuri atau putri-putri kraton yang semuanya mengandung falsafah hidup tersendiri bagi pemakainya. Hal ini disebabkan pada awalnya motif-motif tertendu dilarang dikenakan oleh masyarakat umum,kecuali oleh kerabat kraton. Motif larangan tersebut dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785.Pola batik yang termasuk larangan antara lain:Parang Rusak Barong,Parang Rusak Gendreh,Parang Klithik,Semen Gedhe Sawat Gurdha,Semen Gedhe Sawat Lar,Udan Liris,Rujak Senthe,serta motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak. Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta,segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik,diserahkan sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian menjadikan Keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya,termasuk pula khazanah batik. Kalaupun batik di Keraton Surakarta mengalami beragam inovasi,namun sebenarnya motif pakemnya tetap bersumber pada motif batik Keraton Yogyakarta.Ketika tahun 1813,muncul Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta akibat persengketaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Letnan Gubernur Inggris Thomas Stamford Raffles,perpecahan itu ternyata tidak melahirkan perbedaan mencolok pada perkembangan motif batik tlatah tersebut. Menurut KRAy SM Anglingkusumo,menantu KGPAA Paku Alam VIII,motif-motif larangan tersebut diizinkan memasuki tlatah Keraton Puro Pakualaman,Kasultanan Surakarta maupun Mangkunegaran.Para raja dan kerabat ketiga kraton tersebut berhak mengenakan batik parang rusak barong sebab sama-sama masih keturunan Panembahan Senopati. Batik tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih.Pola geometri Keraton Kasultanan Yogyakarta sangat khas,besar-besar,dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik.Sementara itu,batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan antara pola batik Keraton KasultananYogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta. Jika warna putih menjadi ciri khas batik Kasultanan Yogyakarta,maka warna putih kecoklatan atau krem menjadi ciri khas batik Keraton Surakarta.Perpaduan ini dimulai sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Keraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X.Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman,hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya. Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman,yakni Pola Candi Baruna yang tekenal sejak sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo.Sedangkan pola batik Kasultanan yang terkenal,antara lain:Ceplok Blah Kedaton,Kawung,Tambal Nitik,Parang Barong Bintang Leider,dan sebagainya. Begitulah.Batik painting pada awal kelahirannya di lingkungan kraton dibuat dengan penuh perhitungan makna filosofi yang dalam.Kini,batik telah meruyak ke luar wilayah benteng istana menjadi produk industri busana yang dibuat secara massal melalui teknik printing atau melalui proses lainnya.Bahkan diperebutkan sejumlah negara sebagai produk budaya miliknya. Dalam masyarakat kraton jawa,membatik dianggap sebagai kegiatan pengabdian kepada raja. Beberapa motif kraton antara lain sebagai berikut: a. Sawat b. Parang rusak c. Cemukiran d. Sembagen Huk e. Kawung f. Semen g. Alas-alasan h. Sidomukti–sidoluhur–sidoasih-sidomulya i. Truntum j. Pisan bali k. Madubranta Batik Larangan menurut Fungsi dan Filosofinya l. Ciptoning m. SEGARAN CANDI BARUNA n. ABIMANYU o. Sekar Jagad p. Grompol atau Grombol q. Tambal r. Udan Riris s. RUJAK SENTHE
Beberapa contoh motif kraton antara lain sebagai berikut: a.Batik Motif Sawat Sawat yaitu motif berbentuk sayap-sayap besar menggambarkan burung garuda sebagai kendaraan Dewa Wisnu yang melambangkan kekuasaan atau raja. Motif Batik Sawat Motif Sawat Manak b.Parang rusak Motif parang rusak melambangkan menangkal kebatilan,kekuatan,kecepatan,keperkasaan,pertumbuhan,dan kesucian. PARANG: simbol ketajaman berpikir, keberanian, kepemimpinan Motif parang termasuk ragam hias larangan, artinya hanya raja dan kerabatya diijinkan memakai. Besar kecilnya motif parang juga menyimbolkan status sosial pemakainya di dalam lingkungan kerajaan. Parang Barong, merupakan parang paling besar, diatas 20 cm ukuran besarnya garis putih Misal, para bupati hanya diperkenankan memakai parang ukuran 4 cm. Sedangkan raja, permaisuri, putra mahkota bebas memakai ukuran berapa pun. Para putra putri permaisuri diijinkan memakai ukuran 10 cm, sedangkan para selir raja dibawah ukuran tersebut (8 cm). Motif ini sangat baik dikenakan ksatria karena menyimbolkan usahanya dalam mempertahankan negara dari ancaman musuh. Parang pantang dipakai mempelai ketika prosesi panggih. Konon, rumah tangga mereka bakalan perang terus. Untuk gaya putri Jogja : arah parang dari kiri atas ke kanan bawah Untuk laki laki jogja : arah parang dari kanan atas ke kiri bawah Untuk gaya surakarta, laki laki dan putri sama arahnya, yaitu dari kanan atas ke kiri bawah Pemakaian batik motif parang gaya Surakarta Motif Parang Rusak.Motif ini diciptakan oleh Panembahan Senopati,pendiri Keraton Mataram.Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Mataram,Senopati sering bertapa di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yang dipenuhi oleh jajaran pegunungan seribu yang tampak seperti pereng(tebing)berbaris.Akhirnya,ia menamai tempat bertapanya dengan pereng yang kemudian berubah menjadi parang.Di salah satu tempat tersebut ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang rusak karena deburan ombak laut selatan sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak. motif Parang Rusak Barong Merupakan induk dari semua pola parang Pola Parang Rusak Barong,diciptakan Sultan Agung Hanyakrakusum a yang ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya sebagai raja dengan segala tugas kewajibannya,dan kesadaran sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang Maha Pencipta.Kata barong berarti sesuatu yang besar dan hal ini tercermin pada besarnya ukuran motif tersebut pada kain.Merupakan induk dari semua pola parang,pola barong dulu hanya boleh dikenakan oleh seorang raja.Mempunyai makna agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri. Motif parang sendiri mengalami perkembangan dan memunculkan motif-motif lain seperti: Parang Rusak Barong,Parang Kusuma,Parang Pamor,Parang Klithik,Parang Slobog dan Parang Lereng Sobrah. Parang Rusak BarongKarena penciptanya pendiri Keraton Mataram,maka oleh kerajaan,motif-motif parang tersebut hanya diperkenankan dipakai oleh raja dan keturunannya dan tidak boleh dipakai oleh rakyat biasa.Jenis batik itu kemudian dimasukkan sebagai kelompok“batik larangan”. Bila dilihat secara mendalam,garis-garis lengkung pada motif parang sering diartikan sebagai ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam,dalam hal ini yang dimaksudkan adalah raja.Komposisi miring pada parang juga melambangkan kekuasaan,kewibawaan,kebesaran,dan gerak cepat sehingga pemakainya diharapkan dapat bergerak cepat. Batik Motif Parangkusumo Motif Batik Parangkusumo Batik Parangkusumo berasal dari kata“kusumo”yang artinya kembang atau bunga yang dikaitkan dengan kembanging ratu.Sesuai dengan namanya,batik Parangkusumo hanya dipakai oleh kalangan keturunan raja secara turun-temurun bila berada didalam keraton. Motif batik Parangkusumo terdiri dari unsur motif api dan motif mlinjon.Motif-motifnya tersusun menurut garis diagonal,motif api atau motif parang posisinya bertolak belakang dengan motif mlinjon yang berbentuk segi empat belah ketupat.Di tengahtengah motif api terdapat dua motif bunga kecil yang bertajuk tiga dan saling bertolak belakang. Motif batik parang kusuma biasanya digunakan untuk busana pengantin Kasatrian Ageng. Pengertian bunga sama dengan kusuma yang mempunyai makna generasi muda bunga harapan,Jika dirasakan dengan arti perlambangnya memang sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai busana putra-putri Sultan yang semula digunakan untuk malem selikuran,sekarang menjadi busana pengantin.Batik ini berkembang pada masa Penembahan Senopati Mataram pada abad XVI. Batik Parang Pamor Motif Batik Parang Pamor berasal dari kata“pamor”berarti memancarkan cahaya atau bersinar. Batik Parang Pamor termasuk batik parang awal,artinya termasuk dalam yasan Mataram Kuthagedhe pada abad XVI. Dalam istilah keris pamor adalah hasil campuran bahan pembuat bilahan keris yang menjadi desain yang memancarkan cahaya keindahan serta mendatangkan“daya perbawa”atau wibawa.Makna batik parang pamor bagi si pemakai diharapkan akan mendatangkan kewibawaan. Parang Klitik,motif ini merupakan pola parang dengan stilasi motif yang lebih halus.Ukurannya pun lebih kecil,dan mengandung citra feminin.Parang jenis ini melambangkan kelemah-lembutan,perilaku halus dan bijaksana. Motif batik yang menyimbolkan perilaku halus dan bijaksana.Dulu motif batik ini hanya dikenakan oleh para putri raja. Parang Slobog,motif parang ini menyimbolkan keteguhan,ketelitian,dan kesabaran,dan biasa digunakan dalam upacara pelantikan.Motif ini mengandung makna harapan agar pemimpin yang dilantik itu diilhami petunjuk dan kebijaksanaan dalam mengemban amanah. Bisa juga dikenakan dalam upacara kematian karena mengandung doa agar derajatnya diangkat ke tempat yang lebih terhormat. MOTIF SLOBOG artinya agar longgar. bagusnya untuk melayat. jangan dipakai untuk menghadiri pernikahan, dianggap memujikan agar cepat menuju kematian Parang Curigoadalah salah satu motif yang termasuk pola geometrik-parang.Ciri khas dari pola ini adalah ragam hias yang disusun sejajar dengan sudut 45 derajat.Kemudian selalu ada ragam hias berbentuk belah ketupat yang juga sejajar dengan ragam hias utama pola parang,ragam hias ini disebut sebagai mlinjon. c. Batik Motif Cemukiran Motif cemukiran berbentuk motif lotus yang melambangkan kekuasaan. Motif ini sejajar lurus dan disusun secara diagonal yang melambangkan kesuburan. Motif ini bisanya dipakai untuk jenis ikat kepala atau disebut udheng/dhestar atau lebih dikenal dengan sebutan Blangkon. Corak ini berbentuk garis tepi/pinggiran bathik dengan bidang polos yang disebut modang. Gambar yang menghiasi corak bathik ini adalah lidah api yang mengandung makna kesaktian untuk meredam angkara, hal ini mengandung ajaran bahwa sebelum bisa mengalahkan musuh dari luar harus bisa mengalahkan musuh yang dating dari diri sendiri (nafsu). Motif ini berkembang pada masa PB. III dan hanya boleh dipergunakan Pepatihdalem dan Sentanadalem. d. Motif Sembagen Huk Motif sembagen huk yang berbentuk mirip burung phoenik yang melambangkan kelincahan,kemegahan,dan keperkasaan. motif ini hanya digunakan oleh para penguasa, putera mahkota dan permaisuri/istri raja. Motif ini merupakan motif larangan, sebelum pemerintahan Sultan HB IX (1940-88), hanya boleh dipakai putra mahkota dan Raja. Simbol bahwa sbg pemimpin harus bertanggung jawab penuh pd rakyat. diibaratkan seperti Burung Hantu yang tajam penglihatannya, meskipun malam menyelimuti kerajaan, seorang pemimpin tetap waspada mengayomi rakyatnya. Huk merupakan kata lain dari burung hantu e. Motif Batik Kawung Motif kawung berbentuk motif flora seperti biji aren yang melambangkan manusia dan kesuburan alam. adalah motif yang digunakan keluarga jauh bergelar raden mas. Motif Batik Kawung Pada intinya motif kawung diartikan sebagai bentuk bulat lonjong atau elips. Motif Kawung berupa empat lingkaran atau elips mengelilingi lingkaran kecil sebagai pusat dengan susunan memanjang menurut garis diagonal miring ke kiri atau ke kanan berselang-seling. Melambangkan 4 arah angin atau sumber tenaga yang mengelilingi yang berporos pada pusat kekuatan, yaitu : timur (matahari terbit: lambang sumber kehidupan), utara (gunung: lambang tempat tinggal para dewa, tempat roh/kematian), barat (matahari terbenam : turunnya keberuntungan) selatan (zenit:puncak segalanya). Dalam hal ini raja sebagai pusat yang dikelilingi rakyatnya. Kerajaan merupakan pusat ilmu, seni budaya, agama, pemerintahan, dan perekonomian. Rakyat harus patuh pada pusat, namun raja juga senantiasa melindungi rakyatnya. Kawung juga melambangkan kesederhanaan dari seorang raja yang senantiasa mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Motif ini juga berarti sebagai symbol keadilan dan kesejahteraan. Ada yang beranggapan bahwa kawung merupakan salah satu jenis pohon palem atau aren dengan buah yang berbentuk bundar lonjong, berwarna putih agak jernih yang disebut “kolang-kaling”. Pendapat lain mengatakan bahwa kawung merupakan bentuk stirilisasi teratai (Lotus) yang bermakna kesakralan dan kesucian. Pada zaman klasik (pengaruh Hindu Budha), lotus merupakan simbol dewa-dewa. Oleh karena itu motif ini diartikan sebagai segal sesuatu yang murni, suci, kembali ke putih. f. Batik Motif Semen Moti semen berbentuk motif gunung yang melambangkan pertumbuhan,kesuburan,sumber segala keberadaan,dan pusat kekuasaan. Motif semen yang bersayap garuda ganda maupun tunggal, khusus untuk pada anggota keluarga yang bergelar pangeran keturunan penguasa. “Semen Romo” adalah nama sebuah motif Batik kuno, dikatakan kuno karena sejak tahun 1940-an pun motif ini sudah dikenal. Kata “semen” dalam bahasa Jawa mempunyai arti “semi” atau “berseminya tanaman”. Karena itu pada motif ini terdapat banyak unsur tanaman yang mulai bersemi atau tumbuh. Semua motif Batik Kuno atau Klasik dipercayai ditulis dengan kalam canting dan tinta malam diiringi doa dan puasa atau berserah diri. Agar semua perlambang yang diterjemahkan pada selembar kain yang dibatik mempunyai makna dan mudah-mudahan diperkenankan oleh Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu makna dari Semen Romo adalah sumber kehidupan manusia.‘Semen Romo’ adalah perlambang bertemunya sperma laki2 dengan wanita, sehingga terlahirlah kita semua. Dapat pula diartikan sebagai perlambang kesuburan. “Semen Romo” juga mengandung ajaran sifat-sifat utama yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin, ini diterjemahkan dalam 9 ornamen utama, selain tanaman yang bersemi, dalam pembentuk motif semen romo. Unsur penyusun motif semen umumnya terdapat ornamen yang melambangkan atau mengajarkan hal-hal keutamaan dan kebaikan-kebaikan dalam filosofi jawa kuno terkenal dengan ajaran Hastha Brata artinya ajaran keutamaan melalui delapan jalan, yaitu: Ornamen meru, melambangkan tanah atau bumi atau gunung tempat para dewa, melambangkan keadilan; Ornamen lidah api, melambangkan api (agni) atau dewa api, lambang kesaktian untuk membela kebenaran dan menghukum yang bersalah; Ornamen Baito atau kapal laut, barang yang bergerak di air dapat dianggap sebagai lambang air atau banyu. Pada motif-motif lain air ini dilambangkan dengan binatang-binatang yang hidup di air, seperti katak, ular, siput dan sebagainya, melambangkan sifat pemaaf, melambangkan sifat pemaaf; Ornamen burung, lambang dunia atas atau udara. Kadang-kadang digambarkan dengan binatang lain yang terbang misalnya kupu-kupu, melambangkan penghargaan / anugrah Ornamen garuda atau rajawali, lambang matahari dan tata surya, melambangkan kebijakan dan keteguhan hati. Ornamen pusaka atau rembulan, pusaka biasanya digambarkan dengan tombak, mempunyai makna semacan ndaru atau wahyu, yaitu semacam cahaya gemerlapan, lambang kegembiraan dan ketenangan. Ornamen dampar atau tahta atau singgasana, lambang kekuasaan yang adil dan mengayomi rakyat. Biasa dilambangkan dengan mahkota yang digubah seperti garuda. Ornamen binatang, binatang yang hidup di darat, melambangkan dunia tengah atau alam semesta, dalam ajaran hindu binatang biasa dianggap jelmaan dewa wisnu. Melambangkan kedudukan tinggi yang andhap asor atau rendah hati. Pohon hayat atau bumi juga melambangkan dunia tengah melambangkan dharma.Pemakaian kain batik motif semen biasanya sebagai pakaian wanita. g. Motif Batik Alas-alasan MOTIF ALAS-ALASAN untuk ritual upacara-upacara agung, pengantin agung, dan tari Bedhaya. Alas-alasan berarti hutan, karena itulah segala sesuatunya (hewan dan tumbuh-tumbuhan) ada dalam motif ini seperti hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Motif Alas-alasan sangat dominan dengan ornamen hewannya seperti stilasi laut, awan, dan hewan-hewan Kain batik tulis alus dengan motif Alas-alasan ditampilkan dalam komposisi yang terkesan ramai dengan gaya bebas namun masih mengacu ke unsur alam. Bentuk-bentuk stilasi alam masih tampak jelas dalam bentuk yang sebenarnya, seperti jago dengan ayam betina, kupu dengan kumbang, harimau dengan kuda, dan sebagainya. Motif Alas-alasan menekankan pada objek binatang, sehinggga stilasi bentuk yang ditampilkan banyak mengarah ke unsur binatang dengan penempatan yang ditata rapi ke arah vertikal maupun horinsontal dengan jarak yang sama. Untuk memberi kesan tidak monoton dalam penempatan, maka peran tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan sebagai pengisi ruang kosong dan sebagai penguhubung pada tiap-tiap bentuk binatang. Selain itu Dari segi visual motif kain batik alas-alasan mempunyai keindahan yang luar biasa karena memasukkan unsur-unsur alam dengan objek hutan seisinya yang dibuat secara spontan seakan mengingatkan kita pada lukisan primitif dengan segala kemegahan. Motif Alas-alasan menggambarkan keadaan hutan atau alam seisinya yang melambangkan keadaan Alam yang baik dan yang buruk. Namun Alas-alasan berarti hewan yang dianggap sebagai lambang kesuburan dan kemakmuran. Bila diperhatikan secara teliti dan mendalam maka pada motif Alas-alasan tampak adanya hewan yang merusak tanaman atau memangsa hewan lain seperti serangga dan macan, dan hewan yang tidak merusak tanaman seperti kupu-kupu, ular, dan sebagainya. Umumnya motif batik alas-alasan bermotif burung, kura-kura, kelabang, katak, serangga, kepiting, merak, dan sebagainya. Berbagai sifat hewan tersebut mengartikan adanya kehidupan di alam ini. Manusia yang hidup untuk menuju kemakmuran dan ketenteraman seringkali mendapat berbagai halangan dan rintangan. Jenis batik ini sering digunakan oleh Raja untuk upacara-upacara agung, pengantin agung, dan tari Bedhaya. h.Sidomukti–sidoluhur–sidoasih-sidomulya Motif ini melambangkan kekasih keraton. Motif Batik Sidomukti Berasal dari kata sido yang berarti jadi, menjadi atau terus menerus. Mukti berarti bahagia, sejahtera, berkecukupan. Motif ini melambangkan harapan suatu kehidupan masa depan yang baik, penuh kebahagiaan, dan kesejahteraan yang kekal untuk pengantin tanpa melupakan Tuhan yang telah memberi kehidupan. Motif Batik Sido Luhur Motif Sida Luhur (dibaca Sido Luhur) bermakna harapan untuk mencapai kedudukan yang tinggi, dan dapat menjadi panutan masyarakat. Makna : Mengandung makna keluhuran. Bagi orang Jawa, hidup memang untuk mencari keluhuran materi dan non materi. Keluhuran materi artinya bisa tercukupi segala kebutuhan ragawi dengan bekerja keras sesuai dengan jabatan, pangkat, derajat, maupun profesinya. Sementara keluhuran budi, ucapan, dan tindakan adalah bentuk keluhuran non materi. Orang Jawa sangat berharap hidupnya kelak dapat mencapai hidup yang penuh dengan nilai keluhuran. Motif Batik Sido Asih filosofinya : agar mendapatkan cinta kasih, welas asih. Bagus dipakai ketika prosesi pernikahan bagi kedua mempelai Asih artinya kasih sayang. Motif ini bermakna agar hidup rumah tangga kedua pengantin selalu dipenuhi rasa kasih sayang sehingga mereka selalu merasa bahagia dalam suka maupun duka. Motif Batik Sido Mulya Mulya berarti mulia. Motif ini menyimbolkan harapan agar keluarga yang dibina akan terus menerus mendapat kemuliaan meskipun mendapat suatu kesulitan. Namun dengan doa dan usaha yang tekun serta sabar maka kesulitan tersebut akan teratasi. Mereka pun tetap diberi anugerah kemuliaan. Makna : Bahagia, rejeki melimpah, hidup dalam kemuliaan. i. Motif Batik Truntum Nama motif truntum berasal dari bahasa jawa yaitu tumaruntum yang memiliki arti salim membimbing. Motif Truntum yang diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku Buwana III) bermakna cinta yang tumbuh kembali. Beliau menciptakan motif ini sebagai symbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi, dan semakin lama semakin terasa subur berkembang (tumaruntum). Karena maknanya, kain bermotif truntum biasa dipakai oleh orang tua pengantin pada hari penikahan. Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumaruntum ini akan menghinggapi kedua mempelai. Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban untuk “menuntun” kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru. j. Motif Batik Pisan bali Motif pisan bali melambangkan harapan,do’a,dan keselamatan Beberapa bilang namanya ‘Pisang Bali’, tapi beberapa literatur lama menyebut motif ini sebagai motif ‘Pisan Bali’. Motif ini banyak ditemukan di pahatan batu-batu di candi-candi di Jawa pada abad ke 9 (sembilan). Motif ini melambangkan kehormatan dan status pemakainya. Motif ini juga banyak dibuat di Surakarta. k.Madubranta nama motif madubranta berasal dari bahasa jawa yaitu madu dan branta.Madu artinya manis sedangkan branta artinya cinta.motif madubranta melambangkan rasa cinta kasing dan sayang. l. Motif Batik CIPTONING Ornamen hias berupa sisik/gringsing, wayang, parang dan gurdo. Simbol kebijaksanaan. Pemakainya pada zaman kerajaan, biasanya para pejabat pemerintahan dengan harapan agar bijaksana dlm mengatur negara. Batik ini berasal dari daerah Yogyakarta, namun daerah lainnya banyak yang memproduksi dengan pengembangan motif dan warnanya. Motif ciptoning termasuk dalam pola ceplok (bentuk geometris yang diulang dan saling berhubungan). Motif ini menceritakan Arjuna yang mesu diri, manembah, dan manekung sehingga berhasil mengalahkan segala godaan dan hawa nafsu jahat dan menjadi Begawan Ciptoning Mintaraga. Dengan harapan yang mengenakan dapat meneladaninya. Dahulu kain motif ini dikenakan oleh para ksatria. Batik motif ciptoning tersusun dari beberapa motif yaitu motif wayang, motif parang, motif gurda, motif burung, isen-isen, yang kesemuanya dipadukan menjadi satu kesatuan motif yang cantik dan menarik. Dulunya kain batik motif ciptoning dimanfaatkan sebagai kain panjang pada acara resmi. m. Motif SEGARAN CANDI BARUNA Baruna merupakan dewa lautan, dewa yang mengajarkan makna hidup dan kehidupan kpd Bima dlm pencariannya mengenai hakiki hidup. Motif ini menjadi kebanggaan raja raja di Pura Pakualaman n. Batik Motif ABIMANYU Abimanyu merupakan putra Arjuna (Pandawa). Ia akan mempunyai keturunan (Parikesit) yg akan menurunkan ksatria yg menjadi raja-raja Jawa. Motif ini menyiratkan harapan agar pemakainya dapat memiliki sifat sifat ksatria seperti sang Abimanyu. o. Motif Batik Sekar Jagad Sekar=bunga, Jagad= dunia, Ornamen motif ini berupa aneka bunga dan tanaman yang tumbuh di seluruh dunia, tersusun di dalam bentuk-bentuk elips. Motif Sekar Jagad mengandung makna kecantikan dan keindahan sehingga orang lain yang melihat akan terpesona. Ada pula yang beranggapan bahwa motif Sekar Jagad sebenarnya berasal dari kata “kar jagad” (Kar=peta; Jagad=dunia), sehingga motif ini juga melambangkan keragaman diseluruh dunia. Sekar jagad melambangkan luapan kegembiraan hati serta kebahagiaan. Oleh karena itu pada berbagai kesempatan acara keluarga, sering dipakai, misal pada pertunangan, wisuda, syukuran, dll. Pada acara ijab kabul dipakai orang tua pengantin putri. Melambangkan kegembiraan hati orang tua karena putrinya telah mendapatkan jodoh. p. Grompol atau Grombol Grompol dalam bahasa Jawa berarti berkumpul atau bersatu. Melambangkan harapan orang tua agar semua hal yang baik akan berkumpul, yaitu rejeki, kebahagiaan, kerukunan hidup, ketentraman untuk kedua keluarga pengantin. Selain itu, juga bermakna harapan supaya pasangan keluarga baru itu dapat berkumpul atau mengingat keluarga besarnya ke mana pun mereka pergi. Harapan yang lain agar semua sanak saudara dan para tamu akan berkumpul sehingga pesta pernikahan berjalan meriah. q. Motif Batik Tambal (Tambal Kanoman, Surakarta) Tambal dalam bahasa Jawa artinya menambal atau memperbaiki sesuatu menjadi lebih baik. Motif ini merupakan perpaduan berbagai motif yang diilhami pakaian para pendeta yang terbuat dari kain bertambal.Dipercaya pakaian pendeta itu dapat melawan pengaruh-pengaruh jahat atau tolak bala. Konon, orang sakit yang menggunakan motif tambal sebagai selimut akan lekas sembuh. Menurut Serat Sanasunu karya R.Ng. Yasadipura II, rakyat biasa dilarang memakai motif Tambal Kanoman karena menimbulkan sesuatu yang tidak baik. Motif ini pun sebaiknya tidak dipakai pengantin karena dikhawatirkan akan mendapat kesulitan ekonomi. Seperti telah disebutkan di atas motif tambal diilhami dari pakaian pendeta yang bertambal. Pakaian itu sering dianggap sebagai pakaian orang miskin. Tambal bermakna menambal atau memperbaiki hal-hal yang rusak. Dalam perjalanan hidupnya, manusia harus memperbaiki diri menuju kehidupan yang lebih baik, lahir maupun batin. Dahulu, kain batik bermotif tambal dipercaya bias membantu kesembuhan orang yang sakit. Caranya adalah dengan menyelimuti orang sakit tersebut dengan kain motif tambal. Kepercayaan ini muncul karena orang yang sakit dianggap ada sesuatu “yang kurang”, sehingga untuk mengobatinya perlu “ditambal”. r. Motif Batik Udan Riris Motif Udan Riris termasuk dalam pola lereng yang terdiri dari minimal 7 motif batik yaitu lidah api setengah kawung, banji sawit, mlinjon, tritis, ada ada, untu walang, yang tersusun dalam bentuk lereng berlatar putih. Udan Riris berarti hujan rintik-rintik melambangkan kesuburan yang barokah untuk kesejahteraan lahir batin. Dahulu termasuk motif larangan yang hanya boleh dikenakan raja dan keluarganya. Mengharapkan rejeki yang datang terus-menerus, meski tidak besar namun berlangsung secara berkesinambungan, seperti halnya hujan gerimis yang telah memberi kehidupan di bumi sehingga biji-bijian dapat bersemai dan tumbuh menjadi tanaman untuk dimakan manusia (memberi kesejahteraan/prosperity) Arti kedua, menggambarkan perasaan yang tengah berduka seperti rintik rintik air hujan. s. Motif Batik Rujak Senthe Motif RUJAK SENTHE motif ini termasuk motif lereng karena motif ini selalu identik dengan garis-garis diagonal yang bermotif, biasanya paling tidak terdiri dari 7 motif batik, diantaranya : lidah api, setengah kawung, banji sawit, mlinjon, tritis, ada-ada, dan watu walang. Rujak Senthe ketujuh motif tersebut berlatar hitam Rujak Senthe dari kata rujak tentu langsung terfikirkan macam-macam buah-buahan yg diberi cairan gula aren yang telah diberi cabe/rawit dan terasi yang akan memberikan rasa kesegaran dan kesenangan dan juga rasa pedas bagi penikmatnya. Merupakan suatu sensasi yang bermacam-macam. Oleh karena itu motif rujak senthe terdiri dari beberapa motif yang tentunya memberikan rasa senang bagi pemakainya, selain juga menghadapi berbagai cobaan dalam kehidupannya. bahwa dalam menjalani kehidupan harus disertai ketabahan dan prihatin biarpun dilanda panas dan hujan. Dalam suatu rumah tangga segala macam halangan dan rintangan itu harus bisa dihadapi dan diselesaikan bersama-sama. Dahulu kedua motif ini termasuk motif larangan yang hanya diperkenankan dikenakan oleh keluarga kerajaan.
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
nice info thanks yah
BalasHapussewa tempat usaha jakarta selatan